Monday, June 18, 2007

...and this is who I am...

Assalamualaikum dan sejahteralha ke atas kamu...

Selisih antara Anggara Kliwon Julungwagi dan Kliwon Sungsang,
Hari ke 12 dan 18 waktu bermulanya Kedinginan,
1428 tahun selesainya perpindahan agung.
4 hari 5 bulan menjadi hamba kepada hamba...

___________ooOoo___________
oo(O)oo

Putri Pitulungan

___________ooOoo___________
oo(O)oo

Tatkala terselaknya selimut bulan yang disulami kerdipan intan yang tidak tercapai yang disusuli nyanyian syukur sang tembolok kosong, duduk bersilang kaki Sang Siluman Raja.

Dengan singgahsana tahktanya tersengguk-sengguk melayan nyanyian cengkerik yang masih terngiang-ngiang di pintu Cemuhan Suci, kembara kembali tuah walang ini di titis lalu yanng kini kering tinggal kesan.

Di kala yang diingati dalam kelupaan itu, terhidu mindanya akan haruman tujuh bunga adunan nira cinta yang pernah dihirupnya.

Setiap kuntum punya kemanisan serta kepahitannya yang memarut di buku darah beku, pewaris Sang pandai Akal Yang Bodoh ini.

Setiap kuntum menyegarkan juga memabukkan.

Setiap kuntum memanaskan belulang dingin juga melapah daging dedarnya.

Setiap satu penawar keruh juga pembawa geruh.

Puteri Pitulungan, keindahan tujuh sekawan yang datang dengan ketentuan tuhan pada detik-detik yang telah ditetapkan bersama pengajaran serta sumpahan.

Puteri Setunggal...

Sang Setunggal, cicit Hawa yang pertama yang menjinakkan hati liar cicit Adam berbintang pawaka ini.

Bagai adat berteluk timbunan kapal, lemah kaki yang menongkat diri Sang Siluman Raja bertemu Setunggal yang bermata sepet berkulit Jawa berpinggang ramping bagai ketiding itu.

Cicit Adam dan turunan Hawa itu pucuk-pucuk muda semuda pitulas musim, yang berhalkum dua Ramadhan lewat dari yang berusuk genap.

Saling melilit ranting-ranting dua pucuk muda ini lamanya nem purnama. Saat yang seketika itu kesannya amat membara.

Awalan peninggalan, Sang Siluman Raja bagai kesialan keracunan. Akhiran peninggalan, Sang Siluman Raja diselimuti ilmu pengetahuan.

Sang Puteri Setunggal mengajarnya erti induk kepada pucuk. Si Cilik bermata sepet berkulit Jawa berpinggang ramping bagai ketiding itu mengajarnya keperitan pucuk yang menanggung induk reput.

Di balik kejelitaan, Sang Setunggal banyak menelan kepahitan.

Induknya punya sekawan banir yang dihalalkan.

Induknya punya sekawan kewajipan.

Induknya punya sekawan kealpaan.

Kealpaan yang menjadikan Sang Setunggal jantan.

Menanggung beban yang induknya tinggalkan.

Langsung mengajar Sang Siluman Raja enggan bergelar jantan.

Tetapi pria yang akan lurus pada apa yang lawan duniawi sarankan.

Puteri Kalih....

Kulitnya tidak putih manakala mindanya pula saling bersilih.

Matanya memandang penuh kasih, hatinya menyayang penuh pedih.

Tak punya sayap tapi bebas terbang.

Cilik tubuhnya tapi jiwa sukar dikekang.

Namun, kalih yang paling Sang Siluman Raja sayang.

Satu kitab satu zaman.

Sayang yang membuat jati melayang.

Melayang hinggakan hati terbakar terang.

Bertemu di kala remaja kan di panggil untuk memlaksanakan tanggungjawab dengan warkah yang dibuang.

Berpisah di kala pilihan hidup mula bersilang-silang.

Pedihnya bagi luka disurah cuka semarang.

Namun ilmunya membawakan nilai dan erti kasih sayang.

Sehingga kini membawa mati kan Sang Siluman pegang.

Puteri Tri...
Putih kulit berseri-seri, selayak Sang Tri anak pada warisnya Menteri. Hadir di hati wajah yang ngeri ketika Sang Siluman masih rindukan haruman baiduri. Asal teman di ajak bersilat, namun penyebab hati terikat.

Namun indah bukan harumnya kasih setaman, membuat yang terikat berubah haluan. Kembali menari di pencak persilatan.

Sehingga kini keakhir zaman, jalan indah yang keduanya pilihkan.

Puteri Sekawan...

Anak jati tanah pahlawan, mata berseri indah menawan, jasad berdiri amat menyelerakan. Berdiri Sekawan dan Sang Siluman, berbeza lima kali bertukar Syaaban. Sang Siluman pria beruban, Sang Sekawan mentari pagi di balik awan.

Pertemuan yang hanya manis pada rawan, menukarkan sang wali kepada syaitan. Bersama Sekawan, Sang Siluman merasai manisnya bisa di kelopak bunga merah menawan. Bersama Sekawan, Sang Siluman merasai bagaimana mabuk embun di celah busut di hutan.

Bersama Sekawan, Sang Siluman mempelajari indahnya rupa istana bunian.

Sehingga kini sakitnya pada kembar yang tersembunyi dikekalkan tuhan.

Puteri Gangsal...

Tatkala menari bersama Sekawan, meronggeng Sang Siluman bersama Puteri Gangsal. Di tanah kembarnya kelawar sang puteri berasal, disilang simpang oleh hamba tak berakal.

Berdiri Gangsal dan Sang Siluman, berbeza lima kali bertukar Syawal. Namun, di wayang ini, Sang Gangsal beruban ikal, Sang Siluman pula cahaya siddiq di balik awan.

Puteri Gangsal pernah di tawan, namun ketika itu enam muharram dia dilepaskan ikatan. Tekad di hati Sang Siluman, yang ini bakal dijadikan cawan yang diriba piringan.

Pada induknya yang tidak suka minuman hidangan Sang Siluman, dia tegas menanak air di pembakaran.

Akibat dari kedegilan, dadanya dirobek air yang panas sakan.

Parutnya masih belum kekeringan, tinggal kekal menjadi ingatan kepada satu pengajaran.

Puteri Sad...

Bertemu ketika dua korban bersilih meninggalkan kisah Puteri Gangsal dan Sang Siluman. Sehingga kini masih saling betikaman walaupun yang setiap satu masih menjadi kesayangan satu yang lainnya.

Dalam tubuhnya mengalir pati sang sepet dan majapahit. Ditatih oleh bendahara permaisuri penawan tanah melayu. Sehingga bersilih antara yang sawo dan yang putih.

Namun hatinya penuh kasih.

Walau bersilih sawo dan putih, dalam darah yang hitam Sang Sad tahu mana yang wajar di pilih. Namun, setiap kali cuba beralih, teringat kembali pada yang ditatih.

Walang Sang Sad, Sang Siluman tidak pandai menabur baja.

Supaya yang nyata bertambah nyata.

Puteri Pitulungan...

Tak kira melawan mahu mengadap depan. Dari Setunggal membawa ke Sad. Tak pernah tahu apa yang dicita oleh ain.

Silapnya bukan salah mereka.

Benarnya silap Sang Siluman yang lara.

Cita dan cinta pada sang Pitulungan.

Yang wujud hanya dalam bayangan.

Sang Pitulungan, Sang Pitulungan, zikir cita dan cinta Sang Siluman.

Cantik bukan pada sang badan mahupun rupa yang menawan. Cantik pada satu pemahaman kepada yang satu.

Indah bukan pada kulit bak telur yang diangkat dari rebusan. Tapi pusat yang menyurih kisah dari pandangan dan pendengaran.

Merdu bukan pada sebarang nyanyian. Merdu dari ucapan kasih kepada kanda yang keletihan.

Cakep bukan pada cakak. Cakep pada induk dan anak.

Itulah Puteri Pitulungan yang bertakhta di benak.

- TAMAT sehingga penamat yang lain menyusul -

___________ooOoo___________
oo(O)oo

Ceritera Lebah

Menonong terbang sang lebah sedih,
mencari setitik madu yang putih,
buat penghilang dahaga yang pedih,
biar tenaga yang hilang pulih,
namun mengapa sesudah musim jauh bersilih,
yang di pilih menawar pilih,
membuat dahaga semakin pedih,
membuat jiwa makin meratih.
Menonong terbang sang lebah bingung,
mata merah telinga berdegung,
sundutnya makin memanggil di balik lembayung,
panglimanya makin kuat berdegung,
letihnya makin menganggung,
menambah-manambah kepada dirinya bingung.
Di tengah hari berehat sang lebah di atas batu,
menahan letih dengan hati yang sayu,
menahan getar takut dan pilu,
menjadi tunggal di balik seribu.
Di balik sejuk tatkala singgah di atas batu,
menjelma di mata bayangan Ratu,
menyanyikan syair penuh mendayu,
menyuluh benak yang kurangnya ilmu,
agar tegar di balik sayu.
Syurga sang lebah,
bukan pada mawar yang merah,
bukan pada madu yang mencurah-curah,
tapi pada hapaknya basahan kaabah,
yang dibeli dengan jiwa yang tabah,
dan dibalut dengan dedaun usrah.

___________ooOoo___________
oo(O)oo

Di kala lain, jemari lacur ini akan menari lagi,di kala ini,jemari lacur ini ingin labuh di jeti mentari.

___________ooOoo___________
oo(O)oo
_______THANK YOU_______
_______O_______

6 comments:

thewailer said...

how have you been brother demonsinme?
we will have a cuppa coffee soon.

I wish I could be as elaborate as your recent proses but I think I might've lost will to write with a clear mind.

Until we meet again, I wish you well and in good stature :)

demonsinme said...

My Akh Master Wailer:

God graced me with wellness beyond my wishing.

Coffee? I'm looking forward to it.

Lost your will to write? Don't, it'll be a sad waste for the world as yours are among the finest I have ever read.

I left something at your blog.

And I too wish you well and in good stature.

Till then, blessed be you.

Maya said...

and sang siluman tasted it all..a good study of what's in man's mind and heart..and i reckon it comes thru experience eh..?

demonsinme said...

Melady MAYA:

'Tasted' is a bit of a strong word to sum it up. I learn a whole lot of things fro these great women.

They humble me. They tought me well that no man is complete with out a woman.

jsm269 said...

again, your sense of writing never cease to amuse me. i wonder what goes through your mind as you write this. if i were to have you in a movie, probably i have someone like kevin spacey in his sweatshirt, fingers furiously typing into his typewriter, a cigarette dangled from one corner of his lips mouth and the fan above him whirring slowly, emphasising the thick air in the cloistered room that as he types, beads of sweat drip from his temple but his eyes are fixated on the papers that kept spitting out line after line.

cameras, light, and action then :)

demonsinme said...

Melady MS SHAH:

Thank You, but you speak too highly of me. I am nothing a simple minded man living a simple bored life.